Hasrat Mulia Ingin Mempersatukan Yang Terpiuh jadi Birahi Kekuasaan Untuk Menaklukkan
Lipsusmedia.com / Banten – Jirnnodhara adalah nama asli Maha Patih Gajah Mada yang lahir pada 1280 dan wafat pada 1364. Dalam usia 33 tahun (1313) ia memulai karier politiknya di Kerajaan Majapahit sebagai Bekel — Komandan Pasukan Khusus Bhayangkara, membantu pelarian Jayanegara dari ancaman pemberontakan yang dilakukan Rakian Kuti, seorang pegawai Istana Majapahit yang mendapat keistimewaan sejak masa pemerintahan Raden Wijaya.
Dalam masa pergolakan inilah (1319) Gajah Mada diangkat oleh Jayanegara sebagai Maha Patih Kahuripan. Dua tahun kemudian dia menggantikan Arya Tilam yang mangkat di Daha (Kediri). Mulai saat inilah Gajah Mada masuk dalam lingkaran elite istana Majapahit.
Pelarian Jayanegara dari Trowulan ke Bedander, akhirnya dapat kembali ke Trowulan dengan pengawalan Gajah Mada (1309-1328) dengan aman.
Pengangkatan resmi Gajah Mada sebagai Maha Patih oleh Ibu Suri Gayatri, ketika Janegara wafat, tidak langsung dia terima, karena Gajah Mada, ingin terlebih dahulu membuktikan jasanya dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang sedang melakukan pemberontakan terhadap Majapahit.
Begitulah sumpah calon Maha Patih Gajah Mada diucapkan.
“Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku tak akan menikmati Palapa (kesenangan)”
Dia pun bertekad menaklukkan Pulau Gurun, Seram, Tanjungpura, Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik. Hingga akhirnya meliputi Gurun, Sukun, Taliwang, Gunungapi, Seram, Hutan Kadali, Sasak, Batayan, Luwuk, Makassar, Buton, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wanda (Banda), Ambon, Wanin, Seram dan sejumlah daerah lain yang ketika itu ada di Nusantara
“Aku tak akan mencicipi Palapa”, kata Gajah Mada bersumpah, hingga kemudian dikenal dengan “Sumpah Palapa” sampai sekarang. Syahdan, begitulah kisahnya
Setelah Ibu Suri Gayatri meninggal (1331) Tribhuwana Wijaya Tunggadewi menjadi Rani Kahuripan (pelaksana tugas pemerintahan Majapahit) setelah Seta dan Sadeng bisa ditumpas oleh Gajah Mada pada tahun 1334 oleh Ratu Tribhuana Wijaya Tunggadewi
Sejak itu Gajah Mada Resmi menjadi Maha Patih Amangkubhumi menggantikan Arya Tadah (Mpu Krewes) yang sudah sepuh dan sakit-sakitan hingga minta pensiun pada tahun 1329.
Perang Bubat yang terjadi pada 1357 antara Majapahit dengan Kerajaan Sunda Pajajaran menjadi awal sirupnya kejayaan Maha Patih Gajah Mada akibat terlalu ambisi, tidak lagi hendak menyatukan Nusantara seperti niat luhurnya semula, akan tetapi ingin berkuasa penuh dengan menaklukkan Pajajaran dibawah kekuasaan Majapahit.
Niat baik Hayam Wuruk hendak mempersunting Dyah Pitaloka Citra resmi dari Kerajaan Sunda Pajajaran sebagai permaisuri. Dan niat baik Hayam Wuruk ini diterima dengan baik oleh pihak Pajajaran hingga bersedia untuk menghantar Putri Sunda Pajajaran yang cantik jelita itu ke Majapahit
Namun di tengah desa Bubat, dihadang oleh Gajah Mada yang ingin mengubah jalinan diplomatis itu sebagai tanda takluknya Kerajaan Sunda Pajajaran kepada Majapahit. Akibatnya peperangan pun tak bisa dielakkan, karena pihak Kerajaan Pajajaran merasa dikhianati. Meski akhir dari pertarungan itu, semua pasukan dan Dyah Pitaloka Citra resmi pun gugur.
Akibatnya, Hayam Wuruk pun murka, hingga akhirnya Gajah Mada pun di asingkan ke Desa Madakaripura, Probolinggo hingga wafat pada 1364 di pengasingannya.
Padahal, Maha Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit sudah berhasil menyatukan Nusantara, hanya dalam tempo 21 tahun antara 1336-1357 telah berhasil menyatukan tak kurang dari 30 negeri di Nusantara dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa” meski berbeda-beda tetap satu juga, sebagai dharma (kewajiban) yang tiada berbeda
Namun, tragika dari peristiwa Perang Bubat, mengajarkan ketulus, ikhlasan dari semangat nasionalisme untuk menyatukan Nusantara, tergelincir juga, karena niat mulia yang dipiuhkan menjadi hasrat kekuasaan, birahi untuk menaklukkan. Padahal, petuah para leluhur telah sudah mengingatkan ; Ngeluruk tanpa bolo, menang ora ngasorake, kan sugih Tampa bondo. Rabu (18/9/2024)
(Red/Yan)